Selasa, 06 Mei 2014

Mengenal Kaligrafi Islam

Karya salah seorang kaligrafer Malaysia
 Pengertian Kaligrafi

   Secara etimologi, kata kaligrafi merupakan penyederhanaan dari calligraphy. Sebuah kata dalam bahasa Inggris yang berasal dari dua suku kata latin, yaitu calios yang berarti indah dan graph yang berarti tulisan. Jadi kaligrafi adalah tulisan yang indah, atau aksara yang sudah di bentuk dan dimasuki unsur keindahan. Dalam bahasa Arab di sebut khat. Sementara itu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kaligrafi berarti seni menulis indah dengan pena.
           Secara terminology, lahir beberapa pengertian yang agak berbeda dari masing-masing ahli kaligrafi, tergantung sudut pandang mereka. Yaqut al-Musta’simi- kaligrafer kenamaan Turki Usmani- memandangnya dari sisi keindahan rasa yang di kandungnya, sehingga ia mendefinisikan sebagai “seni arsitektur rohani, yang lahir melalui perabot kebendaan”.  Dalam ungkapan yang berbeda, Ubaidillah Ibn Abbas mengistilahkan kaligrafi dengan “Lisan al-yadd” atau lidahnya tangan.

Definisi kaligrafi yang paling lengkap dikemukakan Syeikh Syamsudin al-Akfani sebagai berikut :

"Khat/kaligrafi adalah suatu ilmu yang memperkenalkan bentuk-bentuk huruf tunggal, letak-letaknya, dan cara merangkainya menjadi sebuah tulisan yang tersusun. Atau apa-apa yang ditulis diatas garis-garis; bagaimana cara menulisnya dan menentukan mana yang tidak perlu di tulis; menggubah ejaan mana yang perlu digubah dan menentukan cara bagaimana cara menggubahnya."
Dengan demikian, dapat di katakan kaligrafi adalah tulisan yang dirangkai dengan nilai estetis yang bersumber pada pikiran/ide dan di wujudkan dengan benda materi (alat tulis) yang di ikat aturan tertentu.

Sejarah Kaligrafi

       Sekilas penulis akan membahas sejarah kaligrafi. Tidak ada bukti nyata terkait asal-usul kaligrafi. Kaligrafi lahir dari ide menggambar lukisan-likisan yang di pahat di kayu, daun, batu dan tanah pada masa dahulu. Ada pendapat dari sebgain sejarawan bahwa kaligrafi Arab berasal dari tulisan Mesir kuno yaitu hieroglyph yang hurufnya berupa gambar-ganbar (pictograph) ditemukan pada relief relief dan papyrus sejenis tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di sungai Nil, dipahatkan di batu, di dinding-dinding pyramid.
         Tulisan ini berkembang menjadi herotik dan demotik, berbentuk gambar sebagai symbol-simbol pokok tulisan yang mengandung isyarat pengertian yang dimaksudnya. Bangsa Mesir berdagang dan berhubungan dengan komunitas keturunan Ka’an Smith di Phunisia. Dari sini lahir tulisan phunisia yang lebih sederhana dan menjadi tulisan bunyi. Dari tulisan phunisia lahir lagi tulisan arami yang digunakan bangsa arami yang mendiami daerah Iraq, Syiria dan Palestina. Kemudian lahir pula tulisan musnad yang tiap hurufnya terpisah satu dengan yang lain. Tulisan arami ini melahirkan tulisan nabthi di Hirah dan santranjili-suryani di Iraq. Dari keterangan diatas D. Sirojudin AR menyimpulkan bahwa hanya musnad dan nabthi yang benar-benar dianggap sebagai tulisan Arab kuno. 
       Dan tulisan nabthi inilah yang dipercaya oleh sebagian para ahli tentang Arab Selatan sebagai tulisan yang diadopsi oleh kaligrafi Arab. Dari studi literature yang penulis lakukan, ditemukan bahwa  ada dua genre tulisan yang digunakan masyarakat Arab yaitu musnad dan nabthi yang kemudian berkembang menjadi tulisan Arab.
Jadi, seni kaligrafi ini sebenarnya telah muncul sebelum Nabi Muhamad mendapat wahyu atau turunya Al-qur’an dan penyempurnaan Al-quran itu sendiri.
Adapun penemuan inskripsi-inskripsi yang dijadikan bukti bahwa tulisan Arab berakar dari tulisan nabthi. Adapun gambar dan keterangannya mulai dari atas adalah:
-        inskripsi umm al-jimal (250 dan 271 M)
-        Inskripsi numarah (328 M)
-        Inskripsi zabad (511-512 M)
-        Inskripsi huran (568-569)

       Di Indonesia, Sebelum huruf latin masuk ke Indonesia menjelang abad ke-20, di Jawa, disamping huruf jawa, huruf arab di gunakan untuk menulis karya sastra . tembang-tembang seperti “ serat anbiya”, “ kisah mi’raj” ,” riwayat nabi yusuf” ditulis dengan huruf arab. Dan pada pengembangannya., khat arab di Indonesia menemukan bentuk- bentuk yang khas. Dari naskah-naskah tua, baik tersimpan di beberapa museum dan yang berada di tengah masyarakat ada bentuk-bentuk tertentu dan variasi naskhinya sangat kuat. Ada bentuk yang kaku namun artistik, dan ada yang meliuk dengan lentur. 
      Pada urat raja lingga (melayu)  yang di tujukan ke pejabat Belanda, atau beberapa Adipati di Madura yang ditujukan kepada Rafflesh huruf yang digunakan sedikit ada kemiripan dengan huruf Farisi , tetapi sudah menemukan bentuk yang sangat spesifik.  Bentuk yang sserupa itu juga digunakan untuk menulis tarjamah (makna) kitab-kitab yang berbahasa Arab yang biasanya disebut “makna jenggot”  karena bergantung kebawah seperti jenggot.

     Menjelang abad ke-15 Hijriyah, kegiatn kaligrafi tidak hanya dilakukan oleh para khathath, namun jugaoleh para pelukis. Pelukis kaligrfi tidak lagi menulis pada papyrus, kertas dan dinding masjid, justru diatas kanvas dengan media cat minyak, akrilik atau media batik. Dari sinilah bermula lukisan keligrafi.
    Dalam lukisan kaligrafi Islam, seorang pelukis menuangkan kebebasan berimajinasi dalam nuansa-nuansa warna yang kaya-raya, bahkan ditemukan pula bentuk-bentuk huruf Arab model baru yang berbeda dengan kaidah-kaidah yang sudah baku. Sehingga tidak mustahil terdengar suara sumbang bahwa munculnya bentuk-bentuk huraf Arab model baru adalah penyimpangan, dan kejanggalan.

Kaligrafi Sebagai Sebuah Seni Keindahan

    Seperti yang disebutkan sebelumnya kata kaligrafi yang berasal kosa kata bahasa inggris yang disederhanakan yang berarti tulisan yang indah. Dalam bahasa arab disebut khath yang berarti garis atau tulisan indah. Ada berbagai macam model kaligrafi yang disesuaikan dengan kaedah-kaedah tertentu sehingga akan tampak indah dan konsisten pada setiap hurufnya. Model-modelnya antara lain adalah: Kufi, Naskhi, Diwani, Diwani jali, Tsuluts, Riq’i /riq’ah, Farisi, dan Raikhani.

       Sebenarnya, ketujuh jenis atau model kaligrafi ini adalah model secara umum yang baku di pakai di timur tengah dan negara-negara Islam seperti Indonesia, Malaysia, dan wilayah-wilayah Islam lainnya. Namun, di beberapa negara timur tengah memiliki model kaligrafi yang sangat banyak dan memiliki corak yang beranekaragam. Sedikit penjelasan saja yang penuis paparkan karena pembahasan akan panjang jika dibahas semuanya.
       Khat Kufi adalah merupakan khat yang paling tua dari ke 7 khat setelahnya, khat kufi dengan bentuknya yang memiliki garis-garis lurus merupakan ciri khas penulisan yang dilakukan pada ukiran-ukiran tulang untuk menulis al-Quran, karena tidak terpaku pada daya kelenturan goresan, lebih lebih pada pahatan batu dan tulang hanya menggunakan pedang seperti yang dilakukan Rasulullah. Jadi khat kufi walaupun belum mengalami modifikasi seperti sekarang yang dicampur dengan ornamentasi simetris, pada awalnya merupakan pahatan lurus yang pada beberapa sudut terdapat bulatan bulatan yang membentuk huruf huruf Fa’, mim, waw dan lain sebagainya.
       Selanjutnya, khat Naskhi merupakan khat yang seringkali di gunakan dalam penulisan naskah-naskah berbahasa arab, khat Naskhi adalah khat yang paling mudah dibaca dan sangat tepat digunakan untuk pembelajaran awal. Khat Naskhi walaupun merupakan khat yang tergolong mudah dibaca, akan tetapi memiliki kaedah-kaedah yang sangat rumit, irama putaran yang harus dilakukan dengan cermat akan menentukan keindahan, kehalusan serta kelembutan yang dihasilkan dari seorang seniman kaligrafi.

Kaligrafi Dalam MTQ

     Pada mulanya, kaligrafi belum di kompetisikan dalam MTQ, tetapi karena kaligrafi adalah merupakan seni  Islam yang menduduki posisi penting dalam kebudayaan Islam dan merupakan seni yang harus dilestarikan, dikembangkan, dan dimasyarakatkan, serta membuka peluang bagi pecinta kaligrafi untuk mengembangkan potensinya, maka pada tahun-tahun berikutnya tepatnya pada MTQ Nasional  XII di Banda Aceh 1981, kaligrafi turut dilombakan dalam bentuk sayembara. Tetapi pada MTQ Nasional XIV di Pontianak, sayembara tersebut di tiadakan karena system pelaksanaannya dinilai tidak memuaskan. Kemudian setelah perombakan system, kaligrafi dilombakan kembali dalam MTQ-MTQ berikutnya secara langsung di lokasi MTQ dan merupakan komponen lomba yang digelar setiap MTQ.
      Cabang lomba ini dikenal dangan MKQ (Musabaqah Khatil Qur’an). Cabang tersebut terdiri dari tiga golongan. Yaitu: pertama, golongan naskah, kedua, golongan hiasan mushaf, dan yang ketiga golongan dekorasi. Adapun gambaran untuk golongan hiasan mushaf dan naskah dapat kita lihat dalam mushaf-mushaf al Qur’an dan untuk golongan dekorasi bisa kita lihat di dinding-dinding masjid dan mushalla.

Media

      Media dalam lingkup kaligrafi adalah tempat dimana pengekspresian sebuah ide menjadi karya nyata, atau dengan kata lain sarana untuk menuangkan imajenasi estetis. Dalam kaligrafi yang dimaksudkan dalam kelompok itu diantaranya adalah tripleks,kertas karton, kanvas, tembok dan lain-lain. Namun sepengetahuan saya, dalam MTQ yang digunakan adalah tripleks dan kertas karton (kertas manila) dengan rincian, golongan naskah dan golongan hiasan mushaf menggunakan kertas karton (kertas manila) dan untuk golongan dekorasi menggunakan tripleks.


Instrumentasi

       Dalam hal instrumentasi, setiap golongan tidaklah sama. Seperti halnya golongan naskah, sebagai alatnya cukup menggunakan satu atau dua alat untuk menulis, dan bisa menggunakan bambu, handam(sejenis paku), spidol, pen tembaga (seperti merk Hero atau yang lainnya), dan lain-lainnya. Adapun alat pendukungnya yaitu pensil, penggaris atau mistar (lebih bagus yang transparan), penghapus, tissue, cutter dan lain-lainnya tergantung penguasaan tekhnik.
     Adapun golongan hiasan mushaf dan golongan dekorasi, pada dasarnya memiliki alat-alat yang sama namun media yng berbeda. Adapun alat-alat yang digunakan yaitu kuas, mistar transparan, pensil dan penghapus sebagai alat Bantu disain, gelas aqua/ mangkok kecil sebagai tempat cat berbagai warna, wadah (ember kecil) untuk merendam kuas, kain lap dan tissue untuk lap tangan yang terkena percikan cat, cutter untuk memotong kuas dan melubangi mal, kertas karton untuk membuat sketsa.

Teknik Dan Proses Desain

     Untuk golongan naskah memerlukan berbagai bentuk variasi dari jenis khat, karena yang membentuk motif lebih dominan adalah huruf atau tulisannya (dalam MTQ). Berbeda dengan golongan hiasan mushaf dan golongan dekorasi yang dominan adalah frame (bingkai), yang dibuat dengan bantuan mal, yang kemudian di dukung oleh motif khatnya.
     Dalam hal proses desain yang paling rumit adalah golongan dekorasi yang memiliki beberapa tahapan atau langkah-langkah yang harus diprioritaskan. Adapun langkah-langkah tersebut secara singkat dan berurutan adalah sebagai berikut :

1. menentukan panjang dan lebar secara keseluruhan.
2. membuat gris tengah membelah dua bidang sebagai sentral pengukuran.
3. menentukan ukuran lebar sabuk (dasar tulisan) dan lebar frame(bingkai), kemudian di blok/dirangkai dengan garisan. Jika tidak dalam keadaan lomba, buatkan mal untuk mempermudah pembuatan motif.

Ornamentasi

     Ornament merupakan unsur pelengkap bahkan bisa dikatakan penting untuk menambah keindahan pada kaligrafi. Untuk golongan naskah kebutuhan ornament, setahu saya hanya tertuju pada khat kufi, sedangkan untuk golongan hiasan mushaf dan golongan dekorasi amatlah penting karena merupakan salah satu point terpentingnya adalah pada ornamentasinya.

Adapun pola komposisi ornament dapat di bedakan menjadi dua:
Pola komposisi simetris, pola ini menggambarkan dua sisi kembar dalam sebuah komposisi yang di terapkan secara berulang-ulang dengan menempatkan fokusnya ditengah dan meletakkan unsur-unsur lainnya di bagian kiri dan kanan. Pola tersebut menimbulkan kesan formal, beraturan, beraturan dan statis. Adapun contoh-contoh pola ini bisa kita lihat di mushaf-mushaf al-Qur’an.
     Pola komposisi asimetris, berbeda dengan pola komposisi simetris, pola komposisi asimetris tidak meletakkan focus di tengah-tengah, akan tetapi komposisi ini tidak formal melainkan lebih bebas, lebih bervariasi dan dinamis. Nah pola inilah yang paling sering digunakan para kaligrafer dalam MTQ karena keterbatasan waktu.
      Inilah sedikit ulasan tentang kaligrafi yang mana dari masa ke masa semakin berkembang, mulai dari teknik sampai hasilnya pun semakin sempurna, apalagi dalam dunia MTQ persaingan semakin ketat. Oleh sebab itu menjadi yang terbaik tidak bisa dengan hanya latihan sekali atau dua kali, melainkan dengan terus meluangkan waktu seoptimal mungkin.

Perkembangan Kaligrafi

     Sejarah perkembangan kaligrafi memperlihatkan bahwa kaligrafi lebih berkembang setelah turunnya al-qur’an. Dalam hal ini, Al-qura’n sangat berpengaruh dalam perkembangan kaligrafi. Dengan bersumber dari al-quran, kaligrafi  banyak diminati masyarakat. Al-quran sebagai pedoman kitab umat Islam yang didalamnya mengandung ajaran-ajaran, hukum-hukum dan berbagai macam penjelasan tentang sejarah dan bagaimana umat muslim  kehidupan bermasyarakat dan sebagainya, merupakan sebuah sumber bagi para kaligrafer untuk memberi kekuatan dalam lukisanya. 
    Goresan ayat-ayat al-quran  di ekspresikan dalam sebuah karya seni yang menampilkan keindahan. Lukisan kaligrafi dijadikan sebagai symbol religious bagi tiap peminat dan yang menikmatinya.  Goresan tinta dengan tulisan ayat al’qur’an di kanvas, lukisan-lukisan kaligrafi di masjid, dan tempat-tempat lainya memperlihatkan bahwa tempat itu adalah tempat yang religious dan indah di setiap sudut ruangan.
Pada abad XVIII-XX, kaligrafi beralih menjadi kegiatan kreasi seniman Indonesia yang diwujudkan dalam aneka media seperti kayu, kertas, logam, kaca, dan media lain. Termasuk juga untuk penulisan mushaf-mushaf al-quran tua dengan bahan kertas deluang dan kertas murni yang diimpor.
      
     Para kaligrafer memanfaatkan berbagai media untuk dijadikan objek melukis. Contohnya: dengan media kuningan, batu, ukiran di kayu, keramik, kanvas, triplek, diding bangunan, gerabah, dan lain sebagainya. Kerumitan menjadi tolak ukur harga kaligrafi. Bahkan dalam lukisanpun, ornamen-ornamen yang rumit akan menambah harga dari kaligrafi tersebut. Banyak yang meminati kaligrafi dengan berbagai motif dan warna yang megah. Misalnya warna emas dan kaligrafi kuningan lebih mahal dibanding dengan kaligrafi yang ditulis di media triplek dan kombinasi warna yang sederhana. Para peminat kaligrafi kebanyakan hanya melihat sisi keindahan dari kaligrafi dan kebanyakan dari mereka mengindahkan makna-makna tulisan dalam lukisan kaligrafi tersebut.
   Para kaligraferpun juga berusaha menampilkan bagaimana kaligrafi indah dan menarik sehingga menmpunyai daya tarik dan daya jual yang tinggi. Konsep pemaknaan pun tidak begitu diperhatikan. Ayat Al-qur’an bagian mana dan apa yang ditulis tidak menjadi masalah bagi mereka. Yang dikedepankan adalah ornamen dan segi keindahan dari hasil karya mereka. Namun, ada juga yang mencantumkan arti dari ayat tersebut dalam lukisanya. Dan ayat yang ditulis merupakan ayat yang memang telah dipesan peminat kaligrafi. Ada memang sebgain kaligrafer yang termasuk dalam kaligrafer tradisionalis yang masih mengikuti kaedah-kaedah seni berdasar ajaran Islam, yaitu tanpa menambahkan ornament dan lukisan alam dan yang lainya. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan tantangan zaman, penambahan ornamentasi dan pemasukan unsur-unsur lain dalam lukisan kalifrafi merupakan kebutuhan bagi kaligrafer lainya. Mereka mencari sesuatu yang baru untuk mempertahankan eksistensinya di dunia seni dan untuk menarik peminat supaya seni ini berkembang dan diminati masyarakat. 
       Di sisi lain, kaligrafi banyak digunakan sebagai sebuah pajangan belaka di dinding rumah dan di pameran-pameran lukisan kaligrafi.
Adapun level-levelnya dalam perkembangan kaligrafi adalah:
   
     Penulisan kaligrafi mempunyai teknik tersendiri sehingga dapat menghasilkan karya yang indah. Tujuan dari teknik-tehnik penulisan untuk mencapai keindahan yang sempurna. Penambahan ornamen-ornamen juga perpaduan warna yang indah akan menambah ketertarikan dan keindahan tersendiri dari lukisan kaligrafi.
Namun sekiranya penting untuk di ketahui, dalam memaknai seni visual Islam secara umum, orang dapat menjelaskan satu perbedaan seni suci dan religius. 

     Seni suci Islam, yang di definisikan oleh keterikatan langsungnya ibadah dan Do’a, tampaknya tidak pernah menggunakan gambar-gambar manusia atau binatang, dan jarangnya produk-produk buatan manusia, seperti bangunan-bangunan. Pada sisi lain, seni agama, yang didefinisikan oleh kecendrungannya atas masalah subyek agama, namun hanya digunakan di luar sistem ibadah dan doa, seringkali memasukkan gambar antromorphis dan zoomorfis.[4] Dan menurut Abd al-Jabbar (seorang kaligrafer Islam) menyatakan bahwasanya kaligrafi merupakan seni Suci, karena dengan kaligrafi inilah al-Quran wahyu Allah diteruskan kepada manusia.[5] Dalam penulisan kaligrafi pada pembuatan karya baik naskah maupun seni lukis, kaligrafer tentu memperhatikan dengan baik bagaimana kaedah-kaedah serta ayat mana sajakah yang akan ditulis sebagai bentuk pesan atau dengan menonjolkan inti dari ayat itu. Sehingga makna ayat dengan simbolisasi yang digambarkan oleh kaligrafi harus sesuai baik bentuk kaligrafi, pewarnaan dan komposisi tulisannya. Maka tidak heran jika dalam berbagai kompetisi kaligrafi, kesesuaian pada kaligrafi dan tema (Unity) yang akan menghasilkan pemaknaan yang diambil dari paduan antara keduanya memiliki porsi yang sangat tinggi dalam penilaian seorang juri. 
      Pada lomba MTQ misalnya, pada golongan dekorasi terdapat salah satu tulisan yang paling menonjol ditengah-tengahnya daripada model-model khat yang lainnya dan kebanyakan ditulis dengan khat Tsulus yang dapat dibentuk memanjang maupun bulatan. Dan model kaligrafi yang ditonjolkan ini adalah merupakan inti dari ayat yang ditulis, dengan kata lain bulatan besar, atau tulisan yang paling tebal ditengah dan menonjol ini merupakan kalimat yang paling utama bahkan dapat mewakili tulisan yang lainnya. Sehingga dengan membaca ayat yang paling menonjol, seseorang akan mengetahui inti untuk menggali makna dari ayat yang ditulis pada bidang yang didekorasi.
      
      Hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam seni penulisan kaligrafi, sekalipun bervariasi kaligrafi arab memperkenalkan tali persatuan.  Kaligrafi sendiri dipandang sebagai seni utama ahli-ahli kaligrafi agung yang memperkenalkan gaya-gaya baru dalam membentuk huruf, lebih terkenal daripada pelukis-pelukis agung. Kaligrafi membentuk tema yang menyatukan di antara berbagai macam media seni, dan bahkan dalam karya individual sendiri. Tulisan arab, yang kebanyakan huruf-hurufnya dibuat dengan satu atau dua garis paling banyak, seringkali diulang-ulang, dan beberapa diantaranya sapuan-sapuan yang panjang atau besar, dapat dengan mudah dibesar-besarkan atau dibuat gaya tertentu tanpa kehilangan cirinya yang bisa difahami[6]. Oleh karena itu dalam penulisan kaligrafi arab, diperlukan konsentrasi yang tinggi untuk menjaga konsistensi huruf, baik tinggi, tebal pena dan lebar tulisan.

DAFTAR PUSTAKA

Hodsgon,Marshal g.s. 2002. The Venture of Islam: Iman Sejarah Dalam Peradaban Dunia, Jakarta: Paramadina


Hosein Nasr , Sayyed.  2004. “Sacred Art” dalam John Renard, Dimensi-Dimensi Islam (terj. M. Khairul anam). Jakarta: Inisiasi press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar