Karya salah seorang kaligrafer Malaysia |
Secara
etimologi, kata kaligrafi merupakan penyederhanaan dari calligraphy. Sebuah
kata dalam bahasa Inggris yang berasal dari dua suku kata latin, yaitu calios
yang berarti indah dan graph yang berarti tulisan. Jadi kaligrafi adalah
tulisan yang indah, atau aksara yang sudah di bentuk dan dimasuki unsur
keindahan. Dalam bahasa Arab di sebut khat. Sementara itu dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, kaligrafi berarti seni menulis indah dengan pena.
Secara
terminology, lahir beberapa pengertian yang agak berbeda dari masing-masing
ahli kaligrafi, tergantung sudut pandang mereka. Yaqut al-Musta’simi-
kaligrafer kenamaan Turki Usmani- memandangnya dari sisi keindahan rasa yang di
kandungnya, sehingga ia mendefinisikan sebagai “seni arsitektur rohani, yang
lahir melalui perabot kebendaan”. Dalam
ungkapan yang berbeda, Ubaidillah Ibn Abbas mengistilahkan kaligrafi dengan
“Lisan al-yadd” atau lidahnya tangan.
Definisi
kaligrafi yang paling lengkap dikemukakan Syeikh Syamsudin al-Akfani sebagai
berikut :
"Khat/kaligrafi
adalah suatu ilmu yang memperkenalkan bentuk-bentuk huruf tunggal,
letak-letaknya, dan cara merangkainya menjadi sebuah tulisan yang tersusun. Atau
apa-apa yang ditulis diatas garis-garis; bagaimana cara menulisnya dan
menentukan mana yang tidak perlu di tulis; menggubah ejaan mana yang perlu
digubah dan menentukan cara bagaimana cara menggubahnya."
Dengan demikian,
dapat di katakan kaligrafi adalah tulisan yang dirangkai dengan nilai estetis
yang bersumber pada pikiran/ide dan di wujudkan dengan benda materi (alat
tulis) yang di ikat aturan tertentu.
Sejarah Kaligrafi
Sekilas penulis
akan membahas sejarah kaligrafi. Tidak ada bukti nyata terkait asal-usul
kaligrafi. Kaligrafi lahir dari ide menggambar lukisan-likisan yang di pahat di
kayu, daun, batu dan tanah pada masa dahulu. Ada pendapat dari sebgain
sejarawan bahwa kaligrafi Arab berasal dari tulisan Mesir kuno yaitu
hieroglyph yang hurufnya berupa gambar-ganbar (pictograph) ditemukan pada
relief relief dan papyrus sejenis tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di sungai Nil,
dipahatkan di batu, di dinding-dinding pyramid.
Tulisan ini
berkembang menjadi herotik dan demotik, berbentuk gambar sebagai symbol-simbol
pokok tulisan yang mengandung isyarat pengertian yang dimaksudnya. Bangsa Mesir
berdagang dan berhubungan dengan komunitas keturunan Ka’an Smith di Phunisia.
Dari sini lahir tulisan phunisia yang lebih sederhana dan menjadi tulisan
bunyi. Dari tulisan phunisia lahir lagi tulisan arami yang digunakan bangsa
arami yang mendiami daerah Iraq, Syiria dan Palestina. Kemudian lahir pula
tulisan musnad yang tiap hurufnya terpisah satu dengan yang lain. Tulisan arami
ini melahirkan tulisan nabthi di Hirah dan santranjili-suryani di Iraq. Dari
keterangan diatas D. Sirojudin AR menyimpulkan bahwa hanya musnad dan nabthi
yang benar-benar dianggap sebagai tulisan Arab kuno.
Dan tulisan nabthi
inilah yang dipercaya oleh sebagian para ahli tentang Arab Selatan sebagai
tulisan yang diadopsi oleh kaligrafi Arab. Dari studi literature yang
penulis lakukan, ditemukan bahwa ada dua
genre tulisan yang digunakan masyarakat Arab yaitu musnad dan nabthi yang
kemudian berkembang menjadi tulisan Arab.
Jadi, seni
kaligrafi ini sebenarnya telah muncul sebelum Nabi Muhamad mendapat wahyu atau
turunya Al-qur’an dan penyempurnaan Al-quran itu sendiri.
Adapun penemuan
inskripsi-inskripsi yang dijadikan bukti bahwa tulisan Arab berakar dari
tulisan nabthi. Adapun gambar dan keterangannya mulai dari atas adalah:
- inskripsi umm al-jimal (250 dan 271 M)
- Inskripsi numarah (328 M)
- Inskripsi zabad (511-512 M)
- Inskripsi huran (568-569)
Di Indonesia,
Sebelum huruf latin masuk ke Indonesia menjelang abad ke-20, di Jawa, disamping
huruf jawa, huruf arab di gunakan untuk menulis karya sastra . tembang-tembang
seperti “ serat anbiya”, “ kisah mi’raj” ,” riwayat nabi yusuf” ditulis dengan
huruf arab. Dan pada pengembangannya., khat arab di Indonesia menemukan bentuk-
bentuk yang khas. Dari naskah-naskah tua, baik tersimpan di beberapa museum dan
yang berada di tengah masyarakat ada bentuk-bentuk tertentu dan variasi
naskhinya sangat kuat. Ada bentuk yang kaku namun artistik, dan ada yang meliuk
dengan lentur.
Pada urat raja lingga (melayu)
yang di tujukan ke pejabat Belanda, atau beberapa Adipati di Madura yang
ditujukan kepada Rafflesh huruf yang digunakan sedikit ada kemiripan dengan
huruf Farisi , tetapi sudah menemukan bentuk yang sangat spesifik. Bentuk yang sserupa itu juga digunakan untuk
menulis tarjamah (makna) kitab-kitab yang berbahasa Arab yang biasanya disebut
“makna jenggot” karena bergantung
kebawah seperti jenggot.
Menjelang abad
ke-15 Hijriyah, kegiatn kaligrafi tidak hanya dilakukan oleh para khathath,
namun jugaoleh para pelukis. Pelukis kaligrfi tidak lagi menulis pada papyrus,
kertas dan dinding masjid, justru diatas kanvas dengan media cat minyak,
akrilik atau media batik. Dari sinilah bermula lukisan keligrafi.
Dalam lukisan
kaligrafi Islam, seorang pelukis menuangkan kebebasan berimajinasi dalam
nuansa-nuansa warna yang kaya-raya, bahkan ditemukan pula bentuk-bentuk huruf
Arab model baru yang berbeda dengan kaidah-kaidah yang sudah baku. Sehingga
tidak mustahil terdengar suara sumbang bahwa munculnya bentuk-bentuk huraf Arab
model baru adalah penyimpangan, dan kejanggalan.
Kaligrafi
Sebagai Sebuah Seni Keindahan
Seperti yang
disebutkan sebelumnya kata kaligrafi yang berasal kosa kata bahasa inggris yang
disederhanakan yang berarti tulisan yang indah. Dalam bahasa arab disebut khath
yang berarti garis atau tulisan indah. Ada berbagai macam model kaligrafi yang
disesuaikan dengan kaedah-kaedah tertentu sehingga akan tampak indah dan
konsisten pada setiap hurufnya. Model-modelnya antara lain adalah: Kufi,
Naskhi, Diwani, Diwani jali, Tsuluts, Riq’i /riq’ah, Farisi, dan Raikhani.
Sebenarnya,
ketujuh jenis atau model kaligrafi ini adalah model secara umum yang baku di
pakai di timur tengah dan negara-negara Islam seperti Indonesia, Malaysia, dan
wilayah-wilayah Islam lainnya. Namun, di beberapa negara timur tengah memiliki
model kaligrafi yang sangat banyak dan memiliki corak yang beranekaragam.
Sedikit penjelasan saja yang penuis paparkan karena pembahasan akan panjang
jika dibahas semuanya.
Khat Kufi adalah
merupakan khat yang paling tua dari ke 7 khat setelahnya, khat kufi dengan
bentuknya yang memiliki garis-garis lurus merupakan ciri khas penulisan yang
dilakukan pada ukiran-ukiran tulang untuk menulis al-Quran, karena tidak
terpaku pada daya kelenturan goresan, lebih lebih pada pahatan batu dan tulang
hanya menggunakan pedang seperti yang dilakukan Rasulullah. Jadi khat kufi
walaupun belum mengalami modifikasi seperti sekarang yang dicampur dengan
ornamentasi simetris, pada awalnya merupakan pahatan lurus yang pada beberapa
sudut terdapat bulatan bulatan yang membentuk huruf huruf Fa’, mim, waw dan
lain sebagainya.
Selanjutnya,
khat Naskhi merupakan khat yang seringkali di gunakan dalam penulisan
naskah-naskah berbahasa arab, khat Naskhi adalah khat yang paling mudah dibaca
dan sangat tepat digunakan untuk pembelajaran awal. Khat Naskhi walaupun
merupakan khat yang tergolong mudah dibaca, akan tetapi memiliki kaedah-kaedah
yang sangat rumit, irama putaran yang harus dilakukan dengan cermat akan
menentukan keindahan, kehalusan serta kelembutan yang dihasilkan dari seorang
seniman kaligrafi.
Kaligrafi Dalam
MTQ
Pada mulanya,
kaligrafi belum di kompetisikan dalam MTQ, tetapi karena kaligrafi adalah
merupakan seni Islam yang menduduki posisi
penting dalam kebudayaan Islam dan merupakan seni yang harus dilestarikan,
dikembangkan, dan dimasyarakatkan, serta membuka peluang bagi pecinta kaligrafi
untuk mengembangkan potensinya, maka pada tahun-tahun berikutnya tepatnya pada
MTQ Nasional XII di Banda Aceh 1981,
kaligrafi turut dilombakan dalam bentuk sayembara. Tetapi pada MTQ Nasional XIV
di Pontianak, sayembara tersebut di tiadakan karena system pelaksanaannya
dinilai tidak memuaskan. Kemudian setelah perombakan system, kaligrafi dilombakan
kembali dalam MTQ-MTQ berikutnya secara langsung di lokasi MTQ dan merupakan
komponen lomba yang digelar setiap MTQ.
Cabang lomba ini
dikenal dangan MKQ (Musabaqah Khatil Qur’an). Cabang tersebut terdiri dari tiga
golongan. Yaitu: pertama, golongan naskah, kedua, golongan hiasan mushaf, dan
yang ketiga golongan dekorasi. Adapun gambaran untuk golongan hiasan mushaf dan
naskah dapat kita lihat dalam mushaf-mushaf al Qur’an dan untuk golongan
dekorasi bisa kita lihat di dinding-dinding masjid dan mushalla.
Media
Media dalam
lingkup kaligrafi adalah tempat dimana pengekspresian sebuah ide menjadi karya
nyata, atau dengan kata lain sarana untuk menuangkan imajenasi estetis. Dalam
kaligrafi yang dimaksudkan dalam kelompok itu diantaranya adalah
tripleks,kertas karton, kanvas, tembok dan lain-lain. Namun sepengetahuan saya,
dalam MTQ yang digunakan adalah tripleks dan kertas karton (kertas manila)
dengan rincian, golongan naskah dan golongan hiasan mushaf menggunakan kertas
karton (kertas manila) dan untuk golongan dekorasi menggunakan tripleks.
Instrumentasi
Dalam hal
instrumentasi, setiap golongan tidaklah sama. Seperti halnya golongan naskah,
sebagai alatnya cukup menggunakan satu atau dua alat untuk menulis, dan bisa
menggunakan bambu, handam(sejenis paku), spidol, pen tembaga (seperti merk Hero
atau yang lainnya), dan lain-lainnya. Adapun alat pendukungnya yaitu pensil,
penggaris atau mistar (lebih bagus yang transparan), penghapus, tissue, cutter
dan lain-lainnya tergantung penguasaan tekhnik.
Adapun golongan
hiasan mushaf dan golongan dekorasi, pada dasarnya memiliki alat-alat yang sama
namun media yng berbeda. Adapun alat-alat yang digunakan yaitu kuas, mistar
transparan, pensil dan penghapus sebagai alat Bantu disain, gelas aqua/ mangkok
kecil sebagai tempat cat berbagai warna, wadah (ember kecil) untuk merendam
kuas, kain lap dan tissue untuk lap tangan yang terkena percikan cat, cutter
untuk memotong kuas dan melubangi mal, kertas karton untuk membuat sketsa.
Teknik Dan
Proses Desain
Untuk golongan naskah
memerlukan berbagai bentuk variasi dari jenis khat, karena yang membentuk motif
lebih dominan adalah huruf atau tulisannya (dalam MTQ). Berbeda dengan golongan
hiasan mushaf dan golongan dekorasi yang dominan adalah frame (bingkai), yang
dibuat dengan bantuan mal, yang kemudian di dukung oleh motif khatnya.
Dalam hal proses
desain yang paling rumit adalah golongan dekorasi yang memiliki beberapa
tahapan atau langkah-langkah yang harus diprioritaskan. Adapun langkah-langkah
tersebut secara singkat dan berurutan adalah sebagai berikut :
1. menentukan
panjang dan lebar secara keseluruhan.
2. membuat gris
tengah membelah dua bidang sebagai sentral pengukuran.
3. menentukan
ukuran lebar sabuk (dasar tulisan) dan lebar frame(bingkai), kemudian di
blok/dirangkai dengan garisan. Jika tidak dalam keadaan lomba, buatkan mal
untuk mempermudah pembuatan motif.
Ornamentasi
Ornament
merupakan unsur pelengkap bahkan bisa dikatakan penting untuk menambah
keindahan pada kaligrafi. Untuk golongan naskah kebutuhan ornament, setahu saya
hanya tertuju pada khat kufi, sedangkan untuk golongan hiasan mushaf dan
golongan dekorasi amatlah penting karena merupakan salah satu point
terpentingnya adalah pada ornamentasinya.
Adapun pola
komposisi ornament dapat di bedakan menjadi dua:
Pola komposisi
simetris, pola ini menggambarkan dua sisi kembar dalam sebuah komposisi yang di
terapkan secara berulang-ulang dengan menempatkan fokusnya ditengah dan
meletakkan unsur-unsur lainnya di bagian kiri dan kanan. Pola tersebut
menimbulkan kesan formal, beraturan, beraturan dan statis. Adapun contoh-contoh
pola ini bisa kita lihat di mushaf-mushaf al-Qur’an.
Pola komposisi
asimetris, berbeda dengan pola komposisi simetris, pola komposisi asimetris
tidak meletakkan focus di tengah-tengah, akan tetapi komposisi ini tidak formal
melainkan lebih bebas, lebih bervariasi dan dinamis. Nah pola inilah yang
paling sering digunakan para kaligrafer dalam MTQ karena keterbatasan waktu.
Inilah sedikit
ulasan tentang kaligrafi yang mana dari masa ke masa semakin berkembang, mulai
dari teknik sampai hasilnya pun semakin sempurna, apalagi dalam dunia MTQ
persaingan semakin ketat. Oleh sebab itu menjadi yang terbaik tidak bisa dengan
hanya latihan sekali atau dua kali, melainkan dengan terus meluangkan waktu
seoptimal mungkin.
Perkembangan
Kaligrafi
Sejarah
perkembangan kaligrafi memperlihatkan bahwa kaligrafi lebih berkembang setelah
turunnya al-qur’an. Dalam hal ini, Al-qura’n sangat berpengaruh dalam
perkembangan kaligrafi. Dengan bersumber dari al-quran, kaligrafi banyak diminati masyarakat. Al-quran sebagai
pedoman kitab umat Islam yang didalamnya mengandung ajaran-ajaran, hukum-hukum
dan berbagai macam penjelasan tentang sejarah dan bagaimana umat muslim kehidupan bermasyarakat dan sebagainya,
merupakan sebuah sumber bagi para kaligrafer untuk memberi kekuatan dalam
lukisanya.
Goresan ayat-ayat al-quran di
ekspresikan dalam sebuah karya seni yang menampilkan keindahan. Lukisan
kaligrafi dijadikan sebagai symbol religious bagi tiap peminat dan yang menikmatinya. Goresan tinta dengan tulisan ayat al’qur’an
di kanvas, lukisan-lukisan kaligrafi di masjid, dan tempat-tempat lainya
memperlihatkan bahwa tempat itu adalah tempat yang religious dan indah di
setiap sudut ruangan.
Pada abad
XVIII-XX, kaligrafi beralih menjadi kegiatan kreasi seniman Indonesia yang
diwujudkan dalam aneka media seperti kayu, kertas, logam, kaca, dan media lain.
Termasuk juga untuk penulisan mushaf-mushaf al-quran tua dengan bahan kertas
deluang dan kertas murni yang diimpor.
Para kaligrafer
memanfaatkan berbagai media untuk dijadikan objek melukis. Contohnya: dengan
media kuningan, batu, ukiran di kayu, keramik, kanvas, triplek, diding
bangunan, gerabah, dan lain sebagainya. Kerumitan menjadi tolak ukur harga
kaligrafi. Bahkan dalam lukisanpun, ornamen-ornamen yang rumit akan menambah
harga dari kaligrafi tersebut. Banyak yang meminati kaligrafi dengan berbagai
motif dan warna yang megah. Misalnya warna emas dan kaligrafi kuningan lebih
mahal dibanding dengan kaligrafi yang ditulis di media triplek dan kombinasi
warna yang sederhana. Para peminat kaligrafi kebanyakan hanya melihat sisi
keindahan dari kaligrafi dan kebanyakan dari mereka mengindahkan makna-makna
tulisan dalam lukisan kaligrafi tersebut.
Para
kaligraferpun juga berusaha menampilkan bagaimana kaligrafi indah dan menarik
sehingga menmpunyai daya tarik dan daya jual yang tinggi. Konsep pemaknaan pun
tidak begitu diperhatikan. Ayat Al-qur’an bagian mana dan apa yang ditulis
tidak menjadi masalah bagi mereka. Yang dikedepankan adalah ornamen dan segi
keindahan dari hasil karya mereka. Namun, ada juga yang mencantumkan arti dari
ayat tersebut dalam lukisanya. Dan ayat yang ditulis merupakan ayat yang memang
telah dipesan peminat kaligrafi. Ada memang sebgain kaligrafer yang termasuk
dalam kaligrafer tradisionalis yang masih mengikuti kaedah-kaedah seni berdasar
ajaran Islam, yaitu tanpa menambahkan ornament dan lukisan alam dan yang
lainya. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan tantangan zaman,
penambahan ornamentasi dan pemasukan unsur-unsur lain dalam lukisan kalifrafi
merupakan kebutuhan bagi kaligrafer lainya. Mereka mencari sesuatu yang baru
untuk mempertahankan eksistensinya di dunia seni dan untuk menarik peminat
supaya seni ini berkembang dan diminati masyarakat.
Di sisi lain, kaligrafi
banyak digunakan sebagai sebuah pajangan belaka di dinding rumah dan di
pameran-pameran lukisan kaligrafi.
Adapun
level-levelnya dalam perkembangan kaligrafi adalah:
Penulisan
kaligrafi mempunyai teknik tersendiri sehingga dapat menghasilkan karya yang
indah. Tujuan dari teknik-tehnik penulisan untuk mencapai keindahan yang
sempurna. Penambahan ornamen-ornamen juga perpaduan warna yang indah akan
menambah ketertarikan dan keindahan tersendiri dari lukisan kaligrafi.
Namun sekiranya
penting untuk di ketahui, dalam memaknai seni visual Islam secara umum, orang
dapat menjelaskan satu perbedaan seni suci dan religius.
Seni suci Islam, yang
di definisikan oleh keterikatan langsungnya ibadah dan Do’a, tampaknya tidak
pernah menggunakan gambar-gambar manusia atau binatang, dan jarangnya
produk-produk buatan manusia, seperti bangunan-bangunan. Pada sisi lain, seni
agama, yang didefinisikan oleh kecendrungannya atas masalah subyek agama, namun
hanya digunakan di luar sistem ibadah dan doa, seringkali memasukkan gambar
antromorphis dan zoomorfis.[4] Dan menurut Abd al-Jabbar (seorang kaligrafer
Islam) menyatakan bahwasanya kaligrafi merupakan seni Suci, karena dengan
kaligrafi inilah al-Quran wahyu Allah diteruskan kepada manusia.[5] Dalam
penulisan kaligrafi pada pembuatan karya baik naskah maupun seni lukis,
kaligrafer tentu memperhatikan dengan baik bagaimana kaedah-kaedah serta ayat
mana sajakah yang akan ditulis sebagai bentuk pesan atau dengan menonjolkan
inti dari ayat itu. Sehingga makna ayat dengan simbolisasi yang digambarkan oleh
kaligrafi harus sesuai baik bentuk kaligrafi, pewarnaan dan komposisi
tulisannya. Maka tidak heran jika dalam berbagai kompetisi kaligrafi,
kesesuaian pada kaligrafi dan tema (Unity) yang akan menghasilkan pemaknaan
yang diambil dari paduan antara keduanya memiliki porsi yang sangat tinggi
dalam penilaian seorang juri.
Pada lomba MTQ misalnya, pada golongan dekorasi
terdapat salah satu tulisan yang paling menonjol ditengah-tengahnya daripada
model-model khat yang lainnya dan kebanyakan ditulis dengan khat Tsulus yang
dapat dibentuk memanjang maupun bulatan. Dan model kaligrafi yang ditonjolkan
ini adalah merupakan inti dari ayat yang ditulis, dengan kata lain bulatan
besar, atau tulisan yang paling tebal ditengah dan menonjol ini merupakan
kalimat yang paling utama bahkan dapat mewakili tulisan yang lainnya. Sehingga
dengan membaca ayat yang paling menonjol, seseorang akan mengetahui inti untuk
menggali makna dari ayat yang ditulis pada bidang yang didekorasi.
Hal yang sangat
penting untuk diperhatikan dalam seni penulisan kaligrafi, sekalipun bervariasi
kaligrafi arab memperkenalkan tali persatuan.
Kaligrafi sendiri dipandang sebagai seni utama ahli-ahli kaligrafi agung
yang memperkenalkan gaya-gaya baru dalam membentuk huruf, lebih terkenal
daripada pelukis-pelukis agung. Kaligrafi membentuk tema yang menyatukan di
antara berbagai macam media seni, dan bahkan dalam karya individual sendiri.
Tulisan arab, yang kebanyakan huruf-hurufnya dibuat dengan satu atau dua garis
paling banyak, seringkali diulang-ulang, dan beberapa diantaranya sapuan-sapuan
yang panjang atau besar, dapat dengan mudah dibesar-besarkan atau dibuat gaya
tertentu tanpa kehilangan cirinya yang bisa difahami[6]. Oleh karena itu dalam
penulisan kaligrafi arab, diperlukan konsentrasi yang tinggi untuk menjaga
konsistensi huruf, baik tinggi, tebal pena dan lebar tulisan.
DAFTAR PUSTAKA
Hodsgon,Marshal
g.s. 2002. The Venture of Islam: Iman Sejarah Dalam Peradaban Dunia, Jakarta:
Paramadina
Hosein Nasr ,
Sayyed. 2004. “Sacred Art” dalam John
Renard, Dimensi-Dimensi Islam (terj. M. Khairul anam). Jakarta: Inisiasi press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar